Minggu, 31 Mei 2015

Passion dan Action


Saya selalu terdiam dan berpikir lama setiap kali mendapat pertanyaan ini: “Apa sih passion-mu?”
Rasanya iri melihat teman-teman yang begitu yakin pada arah hidupnya, bahkan sejak berusia sangat muda. Ada yang dari kecil jago dagang, lalu kuliah di Fakultas Ekonomi, lanjut jadi pengusaha. Yang suka bertualang, masuk Fakultas Kehutanan, begitu lulus ikut tes CPNS dan kini berkarya di Kementerian Kehutanan. Yang suka mengajari teman buat PR, di kemudian hari menjadi guru.
Tak sedikit pula kawan yang tadinya nyasar, lalu tiba-tiba menemukan passion usai lulus kuliah. Mereka yang jadi jurnalis atau pegawai bank padahal alumni IPB (katanya sih Institut Pleksibel Banget), arsitek yang menjadi pengajar di sekolah, atau seniman yang memilih ganti haluan jadi politisi, termasuk dalam golongan ini. Kenyataannya mereka menikmati profesinya saat ini, meski tak ada hubungannya dengan latar belakang pendidikannya.
Saya? Oke baiklah. Random is my middle name. Minat yang luas, bukan mendalam. Mencoba berbagai hal, dan tak menjadi ahli dalam bidang apa pun. Tertarik pada sesuatu, bersemangat sesaat, lalu kehilangan minat. Konsentrasi seumur kembang api, nyalanya benderang tapi lantas padam. Kalau terjadi pada remaja 17 tahun, tak masalah. Usia saya kini hampir dua kali lipat angka itu!
Saat teman-teman mulai mapan, saya belum jadi apa-apa. Mereka sudah bicara tentang anak-anak, cicilan rumah, investasi, sementara saya tertinggal jauh di belakang. Sejak lulus kuliah, saya sudah bekerja di 7 tempat berbeda. Kuliah S2 tak selesai karena kehilangan minat begitu saja saat tiba saatnya menyusun tesis. Menikah? Mengapa semua orang harus menikah?
Saya baru saja mendapat tender sebuah proyek pemerintah di Jakarta ketika tiba-tiba tanpa alasan yang jelas, memutuskan untuk pulang kampung. Proyek itu dilimpahkan pada seorang teman. Mendapat pekerjaan yang bagus kurang dari sepekan setelah sampai di kota kelahiran, tak berhasil membuat saya bertahan lebih dari setahun. Resign, membangun bisnis sendiri yang saya pun tak yakin apakah ini sesuai passion.
Bisnis apa yang dibangun? Pertama, bimbingan belajar. Saya suka mengajar, bertemu anak-anak, tapi benci setengah mati membuat rencana pengajaran, merekap nilai, membuat rapor, dan segala tetek bengek urusan administrasi. Bimbingan belajar (dalam benak saya) adalah sekolah dengan sistem administrasi yang jauuuh lebih sederhana. Tentu, saya tetap mempekerjakan  seorang yang khusus menangani administrasi.
Ke dua, Event Organizer. Ini usaha yang paling mirip dengan gambaran kembang api. Heboh meski sesaat. Bekerja dengan penuh semangat dalam satu project singkat , lalu beralih pada project lain sebelum sempat bosan. Setiap saat bertemu masalah baru, klien baru, acara baru, orang-orang yang selalu baru.
Terakhir, sebuah usaha penerbitan. Ini sebenarnya demi membungkam mimpi kecil saya jadi penulis. Mengingatkan saya untuk selalu menulis. Buku dan dunia literasi selalu menarik, meski saya tak pernah menghasilkan satu buku pun. Penerbit mungil berskala lokal saya ini baru menerbitkan buku-buku anak sekolah. Kumpulan puisi siswa SD, buku tahunan sekolah, dan tentu modul untuk bimbel saya sendiri.
Ini sudah tahun ke dua sejak saya memutuskan pulang ke kota kelahiran. Belum kaya, jelas. Masih jauh sekali dari mapan. Tapi saya belajar sesuatu yang lama sekali gagal saya pahami: tanggung jawab.
Sebagai karyawan, selama ini saya berusaha melakukan yang terbaik. Namun begitu ada masalah dan ketidakcocokan dengan atasan, saya dengan mudah memutuskan resign. Sebagai pemilik usaha, tak semudah itu lari dari masalah. Ada orang lain yang ikut cari makan. Ada nasib orang di belakang setiap keputusan. Orang-orang luar biasa yang diam-diam menjadi guru saya dalam banyak hal.
Saya masih random, tentu. Tiba-tiba berencana kuliah lagi di bidang baru, menjadwalkan traveling ke tempat baru setiap tahun, mengizinkan diri libur dari kerja kapan pun merasa harus libur. Tapi saya mulai belajar berdamai dengan jadwal, merapihkan keuangan, menahan keinginan untuk target yang lebih besar.
Jadi, apakah saya sudah menemukan passion? Entahlah. Tapi kini saya meyakini bahwa hidup adalah rangkaian action. Bergerak saja, memastikan roda kehidupan berputar, nikmati setiap prosesnya. Lalu puzzle raksasa ini akan menemukan kepingan-kepingan penggenapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar