Saya selalu terdiam dan
berpikir lama setiap kali mendapat pertanyaan ini: “Apa sih passion-mu?”
Rasanya iri melihat teman-teman
yang begitu yakin pada arah hidupnya, bahkan sejak berusia sangat muda. Ada yang
dari kecil jago dagang, lalu kuliah di Fakultas Ekonomi, lanjut jadi pengusaha.
Yang suka bertualang, masuk Fakultas Kehutanan, begitu lulus ikut tes CPNS dan
kini berkarya di Kementerian Kehutanan. Yang suka mengajari teman buat PR, di
kemudian hari menjadi guru.
Tak sedikit pula kawan yang
tadinya nyasar, lalu tiba-tiba menemukan passion usai lulus kuliah. Mereka yang
jadi jurnalis atau pegawai bank padahal alumni IPB (katanya sih Institut Pleksibel Banget), arsitek yang menjadi
pengajar di sekolah, atau seniman yang memilih ganti haluan jadi politisi,
termasuk dalam golongan ini. Kenyataannya mereka menikmati profesinya saat ini,
meski tak ada hubungannya dengan latar belakang pendidikannya.
Saya? Oke baiklah. Random is my middle name. Minat yang
luas, bukan mendalam. Mencoba berbagai hal, dan tak menjadi ahli dalam bidang
apa pun. Tertarik pada sesuatu, bersemangat sesaat, lalu kehilangan minat. Konsentrasi
seumur kembang api, nyalanya benderang tapi lantas padam. Kalau terjadi pada
remaja 17 tahun, tak masalah. Usia saya kini hampir dua kali lipat angka itu!
Saat teman-teman mulai mapan,
saya belum jadi apa-apa. Mereka sudah bicara tentang anak-anak, cicilan rumah,
investasi, sementara saya tertinggal jauh di belakang. Sejak lulus kuliah, saya
sudah bekerja di 7 tempat berbeda. Kuliah S2 tak selesai karena kehilangan
minat begitu saja saat tiba saatnya menyusun tesis. Menikah? Mengapa semua
orang harus menikah?
Saya baru saja mendapat tender sebuah
proyek pemerintah di Jakarta ketika tiba-tiba tanpa alasan yang jelas,
memutuskan untuk pulang kampung. Proyek itu dilimpahkan pada seorang teman. Mendapat
pekerjaan yang bagus kurang dari sepekan setelah sampai di kota kelahiran, tak berhasil
membuat saya bertahan lebih dari setahun. Resign,
membangun bisnis sendiri yang saya pun tak yakin apakah ini sesuai passion.
Bisnis apa yang dibangun? Pertama,
bimbingan belajar. Saya suka mengajar, bertemu anak-anak, tapi benci setengah
mati membuat rencana pengajaran, merekap nilai, membuat rapor, dan segala tetek
bengek urusan administrasi. Bimbingan belajar (dalam benak saya) adalah sekolah
dengan sistem administrasi yang jauuuh lebih sederhana. Tentu, saya tetap
mempekerjakan seorang yang khusus
menangani administrasi.
Ke dua, Event Organizer. Ini usaha yang paling mirip dengan gambaran
kembang api. Heboh meski sesaat. Bekerja dengan penuh semangat dalam satu
project singkat , lalu beralih pada project lain sebelum sempat bosan. Setiap saat
bertemu masalah baru, klien baru, acara baru, orang-orang yang selalu baru.
Terakhir, sebuah usaha
penerbitan. Ini sebenarnya demi membungkam mimpi kecil saya jadi penulis. Mengingatkan
saya untuk selalu menulis. Buku dan dunia literasi selalu menarik, meski saya
tak pernah menghasilkan satu buku pun. Penerbit mungil berskala lokal saya ini
baru menerbitkan buku-buku anak sekolah. Kumpulan puisi siswa SD, buku tahunan
sekolah, dan tentu modul untuk bimbel saya sendiri.
Ini sudah tahun ke dua sejak
saya memutuskan pulang ke kota kelahiran. Belum kaya, jelas. Masih jauh sekali
dari mapan. Tapi saya belajar sesuatu yang lama sekali gagal saya pahami:
tanggung jawab.
Sebagai karyawan, selama ini
saya berusaha melakukan yang terbaik. Namun begitu ada masalah dan ketidakcocokan
dengan atasan, saya dengan mudah memutuskan resign.
Sebagai pemilik usaha, tak semudah itu lari dari masalah. Ada orang lain yang
ikut cari makan. Ada nasib orang di belakang setiap keputusan. Orang-orang luar
biasa yang diam-diam menjadi guru saya dalam banyak hal.
Saya masih random, tentu. Tiba-tiba
berencana kuliah lagi di bidang baru, menjadwalkan traveling ke tempat baru setiap tahun, mengizinkan diri libur dari
kerja kapan pun merasa harus libur. Tapi saya mulai belajar berdamai dengan
jadwal, merapihkan keuangan, menahan keinginan untuk target yang lebih besar.
Jadi, apakah saya sudah
menemukan passion? Entahlah. Tapi kini
saya meyakini bahwa hidup adalah rangkaian action.
Bergerak saja, memastikan roda kehidupan berputar, nikmati setiap prosesnya. Lalu
puzzle raksasa ini akan menemukan
kepingan-kepingan penggenapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar