Rabu, 07 November 2012

The Witch of Portobello: Sebuah Alternatif Teknik Penokohan


Saya selalu percaya, bahwa setiap novel memiliki caranya sendiri untuk memikat para pembaca. Saat pertama kali membuka lembaran novel berjudul The Witch of Portobello karya Paulo Coelho ini, saya langsung tahu bahwa ini adalah sebuah novel yang tak biasa, khususnya dalam hal penokohan.

Menurut Jones, 1963 (diacu dalam Nurgiantoro, 2002), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Dalam istilah penokohan terkandung dua aspek: isi dan bentuk. Tokoh, watak, dan segala emosi yang dikandungnya merupakan aspek isi, sedangkan teknik pewujudannya dalam karya fiksi adalah aspek bentuk. Coelho memilih sebuah teknik yang unik dalam mewujudkan para tokoh di dalam novel ini.

Lazimnya, sebuah novel dibangun dengan satu sudut pandang saja. Penulis bisa memilih, hendak mengalirkan cerita dari sudut pandang orang pertama, ketiga, atau sebagai pengamat yang serba tahu. Lantas alur digulirkan dengan menghadirkan tokoh utama sebagai titik sentral yang melakukan paling banyak hal, atau dikenai paling banyak peristiwa.

Di awal novel ini dikisahkan bahwa Athena, sang tokoh utama, telah meninggal dunia.  Empat belas orang bercerita tentang interaksinya dengan Athena dalam versinya masing-masing, hingga terbangun sebuah kisah yang utuh tentang kehidupan Athena. Pembaca dipersilakan menyusun sendiri kesan di dalam benaknya, tentang orang seperti apakah tokoh Athena ini.

Tentu, selain mendapatkan gambaran tentang sang tokoh utama, pembaca juga dapat menilai karakter tokoh-tokoh lain di sekitar Athena yang bertindak sebagai para pencerita.  Beberapa di antaranya akan saya uraikan di sini, selain tokoh Athena sendiri.

Athena, sang tokoh utama adalah seorang wanita muda yang memiliki karakter dinamis. Sisi spiritualnya sudah terlihat sejak dia kecil, seperti digambarkan oleh ibu angkatnya. Athena memiliki sekelompok teman yang tak terlihat, dan kerap  mendapat penglihatan tentang sesuatu yang belum terjadi. Athena remaja rajin mengunjungi gereja Katholik, sebelum akhirnya memutuskan berhenti karena Pastor menolak memberikan sakramen Ekaristi usai perceraiannya.

Pencarian spiritual Athena berlanjut seiring dengan pendewasaannya. Tarian spiritual Vertex, kaligrafi, hingga pertemuannya dengan Edda sang guru spiritual, mengantarkannya untuk menemukan cahayanya sendiri sebagai penyihir dari Portobello.

Kepribadian Athena sendiri digambarkan sangat unik. Misterius, spontan, dan tahu persis apa yang diinginkannya. Wanita keturunan gipsi yang dibesarkan dalam keluarga Lebanon ini juga diceritakan sebagai orang yang sangat menarik.  Selain cantik, pandai memankan musik dan menari, Athena juga punya daya magis yang istimewa. Sedemikian sehingga orang di sekitarnya, suka atau tidak, mengikuti keinginannya. Di kemudian hari daya tarik ini semakin kuat, hingga dia memiliki banyak pengikut sekaligus pembenci.

Heron Ryan, seorang jurnalis berusia 47 tahun adalah tokoh yang paling banyak bercerita tentang Athena. Dia telah memiliki kekasih, namun terang-terangan jatuh cinta pada Athena. Cintanya inilah yang kemudian mengantarkan Heron untuk mencari tahu segala tentang Athena, sekaligus berusaha untuk selalu dekat dengan Athena. Sebagai jurnalis, Heron selalu berusaha untuk bertindak secara logis. Mencari sumber terpercaya untuk memenuhi keingintahuannya pada banyak hal, serta berusaha untuk tetap memenangkan akal sehat di atas perasaannya.

Andrea McCain, kekasih Heron, seorang aktris berusia 32 tahun. Awalnya, kecemburuannyalah yang memantik keingintahuannya tentang Athena. Andrea jelas tak menyukai Athena, namun tak bisa begitu saja terlepas dari Athena. Di kemudian hari, Andrea justru mendapat pengalaman-pengalaman spiritual yang tak diduga sebelumnya berkat bantuan Athena.

Deidre O’Neill alias Edda, guru spiritual Athena. Tokoh ini banyak memberikan pengaruh pada Athena, terutama dalam menemukan jalan spiritualnya. Seorang yang bijak, pendengar yang baik, tapi tak pernah dengan mudah memberikan kunci jawaban pada permasalahan Athena. Edda hanya membukakan jalan,  agar Athena menyadari potensi dirinya, sekaligus tahu cara menggunakan potensinya. Pada akhirnya, Athena sendirilah yang harus memilih setiap langkah yang hendak diambilnya. Sebagai seorang sahabat, Edda selalu memberikan dukungan kepada Athena.

Pastor Giancarlo Fontana adalah seorang agamawan sepuh yang telah bertahun-tahun melayani Tuhan. Sebagai seorang sahabat, beliau sangat menyayangi Athena. Kepada beliaulah Athena remaja berkonsultasi, tentang pengalaman-pengalaman spiritual yang dialami hingga masalah-masalah dalam pernikahannya. Sebagai seorang Pastor, beliau dihadapkan pada pilihan sulit ketika harus memilih antara dogma gereja dengan sisi kemanusiaan dalam dirinya. Pilihan yang akhirnya diambil membuatnya kehilangan Athena, sekaligus mengantarkannya pada perenungan mendalam bahwa seorang Pastor semestinya melayani Tuhan, bukan sekadar patuh pada dogma.

Lukas Jessen-Petersen, sang mantan suami, adalah seorang anak muda yang tengah berjuang meraih impian ketika Athena datang dan menawarkan pernikahan. Lukas dengan nekat meninggalkan keluarga dan impiannya demi cintanya pada Athena. Namun dia hanyalah seorang anak muda yang belum memiliki kepiawaian menghadapi masalah rumahtangga. Mulai dari masalah finansial hingga emosional terkait kepribadian Athena yang unik, membuatnya kemudian memilih untuk menyerah dan bercerai dari wanita yang paling dicintainya. Usai perceraian kepribadiannya justru berkembang. Menjadi lebih dewasa, bertanggung jawab terhadap hidupnya, serta berhasil memahami bagaimana semestinya mencinta.
                                                                                                                                                            
Shamira R. Khalil, ibu angkat Athena memberikan kita sebuah gambaran tentang seorang ibu sejati. Kasih sayangnya utuh meski Athena bukanlah anak kandungnya. Rasa khawatir akan kehilangan Athena usai si anak bertemu ibu kandungnya, ternyata tak terbukti. Shamira tetap menempati posisinya sebagai seorang ibu bagi Athena. Terkadang, Shamira gagal memahami keputusan-keputusan dan jalan hidup yang dipilih Athena. Namun dia selalu ada, menjadi pendukung utama anaknya dalam kondisi bagaimana pun.

Liliana, ibu kandung Athena adalah seorang gipsi yang hidupnya sudah cukup sulit. Mengandung tanpa menikah dengan seorang pria di luar suku gipsi, menyempurnakan kemalangannya. Tak ada pilihan yang cukup masuk akal kecuali menitipkan anaknya di panti asuhan. Merindukan anaknya bertahun-tahun, namun tak tahu bagaimana cara paling tepat untuk mengekspresikan cinta. Sebagai gipsi, Liliana adalah juga seorang spiritualis yang tunduk pada ketentuan Sang Alam.

Si Kekasih digambarkan sebagai tokoh misterius yang tak pernah dikenal oleh orang-orang di sekitar Athena. Beberapa tokoh mengira si kekasih ini hanya tokoh rekaan Athena saja. Namun di akhir cerita, tokoh inilah yang memberi kejutan sekaligus jawaban bagi pembaca tentang misteri kematian Athena.

Secara keseluruhan, novel ini menarik untuk diselami. Selain pelajaran berharga tentang cara Coelho menghidupkan tokoh dan mengalirkan kisah, kita juga akan mendapatkan pengalaman baca yang menarik. Sebagaimana lazimnya, dalam novel ini pun Coelho sukses membingkiskan perenungan mendalam tentang kehidupan, yang bisa dipetik oleh para pembacanya.





Senin, 05 November 2012

NaNoWriMo Pertamaku


Barangkali sebagian kalian baru pernah mendengar tentang NaNoWriMo. Apaan sih? Siapanya NaNoNaNo? Heheu… sejujurnya kata itu juga baru mampir di telinga saya akhir Oktober lalu.

Ceritanya, seorang teman menantang saya untuk menulis novel sepanjang 50 ribu kata, dalam waktu satu bulan. Saya belum pernah menulis sepotong novel pun, dalam waktu seberapa pun. Tiba-tiba harus menulis sepanjang itu selama bulan November? Fyuhhh…

Dengan setengah memaksa, si teman ini meminta saya membuka situs www.nanowrimo.org dan mempelajarinya.

Jadi ternyata, ada sebuah acara tahunan yang diadakan setiap bulan November. Namanya National Novel Writing Month alias NaNoWriMo. Dalam satu bulan, peserta harus membuat sebuah novel sepanjang 50 ribu kata. Kalau novelnya itu baru setengah jalan, alias belum tamat, tak mengapa. Yang penting di akhir bulan November sudah mencapai kata yang ke-50.000.

Berawal di Amerika Serikat, kini NaNoWriMo diikuti oleh ribuan orang di seluruh dunia, dengan berbagai bahasa yang berbeda. Rupanya tantangan menulis novel ini sangat menarik bagi banyak orang.

Kalau sukses, apa hadiahnya? Kan ditulisnya dengan berbagai bahasa, terus siapa jurinya? Kriteria menangnya apa? Itu deretan pertanyaan yang memenuhi benak saya saat pertama kali kenal si NaNo. Jawabannya? TIDAK ADA..!

NaNoWriMo ini bukan sebuah lomba. Tak ada juaranya, bahkan karya kita tidak dibandingkan dengan karya siapa pun. Semua orang yang berhasil mencapai 50 ribu kata dalam satu bulan, berhak disebut pemenang. Bahkan kalau kita hanya menulis satu paragraf saja, lalu di salin-tera hingga 50 ribu kata, tak akan didiskualifikasi.

Lha kok pemenang? Bukankah tidak akan ada pemenang kalau tak ada kompetisi? Jadi, pemenang ini mengalahkan siapa sih? Diri sendiri. Bayangkan, ada berapa banyak kesibukan yang harus kita lakoni dalam satu bulan. Untuk menjadi pemenang, seseorang harus mampu meluangkan waktu untuk menulis setidaknya 1.667 kata per hari. Belum lagi godaan rasa malas dan hilangnya fokus.

Ada banyak sekali orang yang bermimpi dapat menulis novelnya sendiri, tapi tak punya cukup kenekatan untuk merealisasikannya. Menulis novel perlu nafas yang panjang, ketabahan, dan fokus yang terus menerus. NaNoWriMo datang untuk menantang setiap orang agar berani memperjuangkan impiannya. 

Salah satu hambatan besar dalam menulis adalah Inner Editor yang bawel. Kita sebut saja si Polisi. Dia berada di dalam kepala kita. Perangainya tertib, lurus dan teratur. Senjatanya adalah sebuah peluit, yang bisa sewaktu-waktu menghentikan pekerjaan si Kreatif, penghuni lain di kepala kita.

Kerap kali, saat si Kreatif baru menulis satu atau dua kalimat saja, si Polisi langsung meniup peluit. Pilihan katanya jelek! Typo! Tolong perhatikan ejaan! Kalimatnya tak efektif! Dan seterusnya, dan seterusnya. Akibatnya si Kreatif pun ngambek, enggan melanjutkan tulisan.

Nah, di NaNoWriMo ini, kita harus mengawali dengan membuat surat cuti yang ditujukan kepada si Polisi. Suruh dia pergi berlibur sejauh-jauhnya. Di dalam kepala, biarkan si Kreatif yang berkarya. Segala macam kaidah penulisan, format, kebahasaan, abaikan saja dulu. Yang terpenting di akhir bulan kita punya sebuah cerita yang utuh.

Bulan depan, baru kita bisa panggil si Polisi pulang. Suruh dia merapikan yang berantakan, menghias yang kurang sedap dipandang. Tentu, masih ditemani oleh si Kreatif. Hingga jadilah sebuah novel yang layak baca.
 
Menarik? Untuk saya pribadi, ya. Saya punya beberapa plot novel berbentuk kerangka bab dari awal hingga tamat, tapi tak satu pun pernah saya tulis novelnya. Bulan ini, tantangan NaNoWriMo membuat saya bertekad, setidaknya satu novel harus berhasil saya buat.

Tapi..tapi.. ternyata tidak mudah, Saudara-saudara..! Menguraikan kerangka bab menjadi novel utuh itu tak sederhana. Di dalam kerangka belum ada riset latar, riset penokohan, dan berbagai detail lainnya.

Masalah lain yang saya hadapi, plot-plot yang saya buat kok semuanya ‘menguras hati’ ya? Terlalu dekat dengan kehidupan dan konflik nyata, karakter tokohnya terlalu mirip dengan my significant other di masa lalu. Kalau dipakasakan selesai dalam satu bulan, jangan-jangan di akhir bulan saya mesti check-in di rumah sakit karena lonjakan asam lambung L

Maka saya putuskan untuk menyimpan kembali semua plot itu, membuat cerita yang sama sekali baru. Kerangkanya pun dibuat seadanya. Bukankah ini saatnya si Kreatif bersenang-senang tanpa si Polisi? Jadi saya putuskan tetap jalan. Tanpa plot, dan tanpa riset berarti. Satu lagi yang terpenting, pastikan tak menguras hati.

Ini hari ke lima bulan November, novel saya masih jauh dari target. Tapi saya tahu, bahwa saya akan menikmati bulan ini bersama si novel. Bukan bertujuan untuk dilombakan, belum tentu juga layak diterbitkan. Hanya bersenang-senang saja, untuk memberi tahu diri bahwa saya mampu. Untuk meyakinkan diri bahwa dalam menghadapi tantangan lain di depan setelah ini, juga mesti berani.

Dan untuk menjadi kado ulang tahun bagi diri saya sendiri :D

Baiklah, Pembaca, bersiaplah menunggu novel saya.

Bersemangaaaaat…!


Minggu, 04 November 2012

Ragu

engkaukah itu

atau hanya bayanganku yang menyaru

di cermin sunyi bersama gagu?


engkaukah itu

atau hanya hantu-hantu

yang berjejal di ruang imajinasiku?


engkaukah itu

atau cuma mimpi-mimpiku yang berlagu

dalam harap yang terlalu?


semoga engkaulah itu

yang menghunuskan pedangmu

membunuhi semua raguku

Kepada Rindu

Tahukah kau, Rindu,

Aku lelah berlari dan kehabisan tempat sembunyi

Kemarilah, Rindu,

Kemari

Berhentilah menyelinapi mimpi

Tantang aku dengan berani

Bawa serta semua balatentara luka yang kau punya

Dengan nyeri aku telah terbiasa

Kedai

Kugumamkan namamu dalam doa bagai mantra

Tanpa benar-benar tahu untuk apa

Kau hanya penjelajah dari negeri entah

Singgah di tempat yang salah

Aku pemilik kedai yang menyuguhimu bergelas-gelas minuman candu

Sekadar agar kau tak berlalu

Esok racunku akan tandas, dan kau pergi lekas-lekas

Kedaiku masih akan disinggahi tamu

Tapi semua bukan kamu

Ah, mungkin sebab itu

Maka kurapalkan kau dalam doaku